warih Cerpen Pendidikan Untuk Memotivasi Diri azik - terbaru memuaskan sekali ada dari warih Cerpen Pendidikan Untuk Memotivasi Diri azik.
Cerpen Pendidikan Untuk Memotivasi
Diri silahkan bagi sobat yang memang suka membaca cerpen untuk
memotivasi diri kita kalau lagi galau atau kesusahan agar bangkit
kembali, selain dengan kata motivasi bisa juga lewat cerita pendek berikut silahkan baca ceritanya di bawah ini seoga bermanfaat dan tentunya membantu.
sedikit mengenai cerpen, Cerita pendek atau sering disingkat sebagai cerpen adalah suatu bentuk prosa naratif fiktif. Cerita pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi yang lebih panjang, seperti novella (dalam pengertian modern) dan novel. Karena singkatnya, cerita-cerita pendek yang sukses mengandalkan teknik-teknik sastra seperti tokoh, plot, tema, bahasadan insight secara lebih luas dibandingkan dengan fiksi yang lebih panjang. Ceritanya bisa dalam berbagai jenis.
Cerpen Motivasi: Kata-Kata Ajaib
"Lalu langkah selanjutnya yang akan kamu lakukan apa ta ? Pertanyaan Erny membuyarkan lamunanku.
"Entahlah, aku masih berfikir tentang beberapa hal yang bisa aku lakukan untuk mendapatkan tambahan dana" Gumamku pelan.
"Sabar
Ta, masih ingat ga sama kata-kata pak Ludi waktu kita lagi didepan
koperasi, waktu Erny gagal nyabet juara umum kelas 3, 'Hidup ini tidak
mudah, tapi tidak ada kesulitan yang tidak memiliki jalan keluar, selalu
ada jalan untuk orang-orang yang tidak pernah menyerah" Jelas Ika penuh
antusias.
Wajahnya
terlihat sumringah, memancarkan energi positif untukku. Senyumnya
merekah, kulihat wajah sahabatku satu-persatu. Ika, Rita, Erny Elim. Oh
ya aku masih memiliki sahabat yang tidak pernah lelah mendukungku, yang
selalu ada disaat suka duka. Ya, selalu ada jalan untuk orang-orang yang
tidak pernah menyerah, aku tersenyum.
"Kau
benar Ka, aku tidak akan menyerah cuma karena hal seperti ini, aku
masih punya kalian sahabat-sahabat terbaikku, aku masih memiliki
semuanya. Aku hanya perlu lebih semangat dan lebih konsisten didalam
hidupku" Aku tersenyum simpul.
"Iya
dong, sampai kapanpun REEDY akan selalu seperti ini, tetap bersama
disaat suka-duka, saling mendukung, saling berbagi, aku sayang kalian
girls".
"Ayo, REEDY..!" Gumam Erny penuh semangat.
"RITA", "ERNY", "ELIM", "DITA", "IKA", "Cheers" bersulam
Aku
melihat keluar jendela, langit biru berbaur dengan putihnya awan,
terlihat indah. Begitu luas. Angin sore terasa begitu menyejukan
fikiran, memberikan perasaan nyaman dihati. Ya, mereka benar, aku tidak
akan menyerah, bukan karena aku memang mampu untuk itu, tapi aku adalah
istri sekaligus seorang ibu untuk anakku.
Mereka
tampak senang, apalagi Erny, paling antusias ketika ku telepon dirinya
untuk bertemu dirumah mungil-ku. Dan seperti biasa, mereka berasumsi
rumah mungilku-lah yang paling pas rasanya untuk berkumpul, bernostalgia
dan berbagi cerita. Selain rumahku yang dikelilingi pohon-pohon yang
menyejukan membuat teduh, ada banyak bunga-bunga yang kupelihara
pemberian dari mama. Mereka ber-Alasan
"Eh Ta, aku mau nanya sesuatu, boleh ya?" Tiba-tiba Elim bertanya. Ada keraguan diwajahnya. Jelas terlihat
"Nanya apaan sih lim, kok so misterius gitu mukannya?" Ejek ika
"Silahkan,
1 pertanyaan harganya 50 ribu ya mba" Aku ikut-ikutan mengejek, namun
Elim tidak merasa tersinggung. Elim tertawa kecil
"Rasanya dijodohkan itu gimana ya?"
Tiba-tiba
suasana berubah menjadi hening. Hanya terdengar suara burung di
pepohonan. Aku diam untuk beberapa saat, kulihat mimik muka Elim tampak
serius menunggu jawaban dariku
"Pertanyaannya simple lim, tapi gimana ya, terlalu rumit untuk dijelasin secara gamblang" Aku mengelak
"Aku akan mendengarkan dengan seksama" Jawabnya jujur
Ika,
Rita, dan Erny tampaknya mulai tertarik membahas topik ini. Aku
menghela nafas panjang, diam. Namun tiba-tiba aku lebih tertarik
memperhatikan pakaian yang dikenakan Rita. Baju panjang bermotif
bunga-bunga kecil, dengan rompi putih, Jeans hitam. Gelang
bling-blingnya terlihat sangat serasi dengan kulitnya yang putih bersih.
Pantaslah Rita mendapatkan gelar "Ratu Kelas" sewaktu sekolah.
Kulihat
lagi satu persatu sahabatku, mereka tampak segar, dengan wajah yang
terlihat selalu baru. Tidak terlihat sama sekali mereka memiliki
masalah, meski aku tau mereka sangat pandai menyembunyikan masalah
mereka. Sepertinya aku harus belajar dari mereka. Tidak semua hal bisa
aku ceritakan. Apalagi menceritakan masalahku kepada mama. Cukuplah
mereka yang mengetahui masalah yang tengah kuhadapi
"Ehem, kami masih menunggu kamu loh Ta?" Tanya Erny dengan mimik muka aneh, aku tekekeh tak tertahan melihat mereka.
"Hm,
hanya satu alasanku menerima perjodohan ini, 'aku ingin membahagiakan
orang tuaku' mungkin ini salah satu caraku untuk membuat hati orang
tuaku senang. Menerima perjodohan. Aku tersenyum kecut
"Ini
tidak semudah yang kalian bayangkan, menikah dengan pria yang tidak
kita sukai bukanlah perkara yang bisa diterima begitu saja"
"Terus, kamu ga cinta dong sama suami kamu ? Tiba-tiba Erny memotong
"Hm, jawab ga ya ? Godaku
"Seriusan ta ? Jujur deeeh, tanya erny tampak serius dan ingin tau
"Awalnya
sulit, membiasakan diri hidup bersama orang yang tidak kita suka, tapi
seiring berjalannya waktu, aku mengerti bahwa sesuatu yang kita suka
belum tentu baik untuk kita, dan begitupun sebaliknya.
"Seiring
waktu pula, aku mengenal suamiku sebagai sosok pria yang penyayang,
yang bisa membimbingku, mengimaniku, dan membuatku merasa 'inilah aku'.
"Trus ? Ika menambahkan
"Awal-awal,
sikapku biasa saja, kalian tau kan aku tidak terlalu terbuka kepada
pria, aku kaku. apalagi pria yang masih asing untukku.
"Tapi,
dalam keluarga rasa suka saja tidak cukup, cinta pun masih bisa pudar,
namun rasa sayang dan rasa tanggung jawab sebagai seorang istri membuat
aku merasakan bahwa aku harus mencintai suamiku apa adanya, menerimanya,
menyayangi dia sebagai imamku"
"Dan aku berhasil" Kataku penuh kemenangan
"Cie, enak ya bisa saling mencintai" Ejek Rita
"Apa kamu bahagia ? Tanya Elim serius
Pertanyaan
yang sangat mendadak aku fikir. Aku kira tidak akan ada pertanyaan
aneh-aneh lagi mengenai perjodohanku dengan Gunawan. Pria rendah hati
dengan kesederhanaannya. Mereka bukannya tidak tau, dulu aku
menceritakan perihal perjodohanku kepada mereka bahwa aku akan
dijodohkan dengan anak kerabat jauh ayah.
Meski
awalnya aku keberatan, tapi aku fikir inilah saatnya aku berbakti
kepada kedua orang tuaku,ayah menjodohkanku pasti tanpa sebab, tidak
mungkin ayah menjodohkanku pada sembarang pria, karena semua orang tua
tau apa yang terbaik untuk putra-putrinya meski sulit untuk diterima.
Mereka
juga tau, bahwa gunawan hanyalah tamatan sekolah dasar, pekerjaannya
sebagai supir taxi tidaklah mencukupi diriku dengan segala kehidupanku.
Tapi itulah gunawan, mampu membimbingku menjadi perempuan yang lebih
baik, merubah pandanganku terhadap hal-hal yang tidak semestinya aku
fikirkan, lebih memfokuskan pada hal-hal yang bisa aku kerjakan
ketimbang membuang-buang waktu untuk hal yang tidak perlu. Bahkan
Gunawan selalu menyarankan agar aku selalu menjaga mimpi-mimpiku meski
kini aku adalah miliknya.
"Hm..
Kebahagiaan itu tergantung dari hati kita dan cara pandang kita melihat
sesuatu, aku bahagia. Bahagia tidak ditentukan dengan popularitas,
tidak dengan seberapa terkenal pasangan kita, bahagia itu sederhana.
Toh, coba lihat aku, aku tinggal disebuah kontrakan mungil, menjadi
istri yang baik, itu cukup untuk merasa bahagia. Aku bahagia" Lagi-lagi
aku tersenyum simpul
Kuambil secangkir kopi panasku yang mulai dingin, kuminum pelan dan kupandangi mereka.
"Dan satu lagi, aku bahagia memiliki seorang anak mungil, penyemangatku"
"Ya
memang tidak mudah, kadang ada saja permasalahan, rasa jenuh, hal-hal
kecil yang sering membuatku kesal, tapi suamiku selalu sabar denganku,
dia selalu mengajaku berdiskusi untuk mencari jalan keluar, dan pada
akhirnya aku bahagia menjadi seorang istri sekaligus seorang ibu" aku
tersenyum penuh kemenangan
"Ihhh, ditaaa, aku bisa ngerasain kebahagiaan kamu''
***
Kulihat Gunawan di ambang pintu,
raut wajahnya tampak letih namun masih terlihat senyuman disana. Aku
menyambutnya penuh kehangatan.
"Assalamualaikum"
"Wa'alaikum salam" Balasku ramah. Segera kuambil alih tas dari punggungnya. Dia hanya menurut. Aku mengikutinya dari belakang.
"Aku
ambilkan minum ya, kamu pasti lelah". Tanpa menunggu jawaban, aku
segera berlalu menuju dapur, menyiapkan makan dan minum untuk suamiku.
Namun dia diam, ada yang beda. Ada sesuatu yang membuatku merasa beda. Dia terlihat murung.
"Makanlah, aku masak masakan kesukaanmu hari ini" kusiapkan nasi dan lauknya. Dia tetap diam. Wajahnya tertunduk.
Sepi, hanya suara angin malam yang masuk melalui celah-celah jendela yang ditutup koran, beberapa ada yang sobek dimakan rayap.
Suara jangkring terdengar dari kejauhan. Bersaut-sautan dengan suara kodok yang mendesing. Nyaring
Aku memandangnya iba, suamiku yang terlihat lemah. Inikah suamiku ?
"Kamu kenapa? Bicaralah, bukankah selama ini kau selalu mengajariku untuk berbicara, apapun yang terjadi.
Dia masih diam, namun terdengar helaan nafas berat.
"Baiklah, aku anggap tidak ada masalah" Aku menjelaskan
"Aku
tau, aku bukanlah pria yang sempurna, bukan suami yang terbaik untukmu,
aku tidak bisa memberikanmu materi yang lebih, untuk anak kita. Maaf
jika aku memabawmu pada kemiskinan.
"Diam" potongku cepat.
"Tidak
mengertikah kau, aku menerimamu menjadi imamku, menjadi ayah dari
anakku, aku rasa kau-pun tau bahwa kesempurnaan manusia itu adalah
memiliki kelebihan dan lemahan, kedua hal itulah yang membuat manusia
sempurna. Saling melengkapi, aku tidak tau mengapa kau tiba-tiba
berargumen seperti itu. Aku bahagia, bisa hidup seperti ini. Kau imam
yang baik untukku, ayah yang baik untuk anak kita" Kataku meyakinkannya.
"Jadi
tolong, jangan pernah membahas hal seperti ini lagi, bukankah kita
sudah membahas hal ini ? Tanyaku dengan nada lebih berirama
"Iya"
"Kita
sudah memiliki anak, jadi bisakah kau merasa bahagia ? Jangan membuat
dirimu merasa bersalah karena telah menikahiku dengan perjodohan ini.
Gunawan
memandangku, penuh arti. Wajahnya terlihat bersinar. Matanya yang
sipit, menyimpan sesuatu disana. Sebuah ketulusan dan bisa kurasakan
itu. Oh, aku baru menyadari bahwa gunawan pria yang tampan, tampan dari
hati.
Dia tersenyum sumringah.
"Jadi,
aku minta jangan pernah membahas masalah ini lagi, jangan pernah merasa
bersalah karena telah menikahiku, jangan menganggap aku tidak
mencintaimu, tidakkah kau lihat anak kita ? Dialah buah hati kita". Aku
tesipu malu
"Tapi aku hanyalah seorang supir, tidakkah kau malu mempunyai suami sepertiku ? Hanya tamatan sekolah dasar saja ?
"Apakah
hatimu akan marah jika aku berkata bahwa aku sangat malu memiliki suami
sepertimu sedangkan aku sangat mampu mendapatkan suami yang lebih
baik?"
"Tentu ya, aku akan sangat sedih jika kau memang merasa malu mempunyai suami sepertiku" Jawabnya frustasi
"Dan
harusnya kau bisa merasakan, bahwa pertanyaanmu telah membuatku sedih".
Ada perasaan yang lain yang kurasakan dalam hatiku, perasaan sesak.
"Sejak kau membawaku kedalam hidupmu, aku telah menerimamu, semuanya. Jelasku
"Aku
tidak akan pernah malu memiliki suami sepertimu, kau baik, kau sangat
penyayang, kau bertanggung jawab, kau pemimpinku. Jadi apa yang harus
aku masalahkan? Karena kau seorang supir kah?" Tanyaku
Gunawan hanya diam
"Supir
pekerjaan yang halal, aku lebih memilih mempunyai suami seorang supir
dari pada mempunyai suami seorang konglomerat tapi tidak bisa
mempertanggung jawabkan hartanya" Jawabku lebih halus
"Jadi
please, marilah kita hidup dengan merasa bahagia? Kamu, aku dan anak
kita? Mari kita buat semuanya lebih jelas, kita rencanakan kehidupan
kita. Masa depan anak kita. Tak jadi masalah bagiku selama kau menjadi
imam yang baik untukku. Aku bukanlah perempuan lemah, aku kuat seperti
ibuku"
"Maaf, aku minta maaf. Ada penyesalan dalam wajah Gunawan.
"Aku
hanya merasa takut kau merasa tidak bahagia bersamaku, aku hanya ingin
membahagiakanmu dan anak kita. Tapi dengan diriku yang seperti ini, aku
tidak bisa memberikan barang-barang mewah untukmu, tidak bisa mengajakmu
ketempat-tempat yang kau inginkan. Bahkan gajiku tidak cukup untuk
membelikan pakaian baru untukmu.
Aku diam, bibirku tertahan, kaku. Tenggorokanku terasa kering, tapi aku tetap diam. Biarlah dia meluapkan semua kegundahannya.
"Tadi
sore aku bertemu dengan teman-temanku, Rita menawariku untuk bergabung
bersamanya. Dia memberiku modal untuk berdagang. Aku akan berjualan
pakaian disini. Minggu depan aku akan belanja, aku bahagia akhirnya
menemukan penyelesaian ini jika kau menganggap gajimu tidak cukup untuk
keluarga kita. Aku akan membantu. Aku yakin hasil dari jualanku bisa
membantu keuangan kita. Aku akan lebih berhemat, aku akan lebih
disiplin. Aku bahagia sekarang, jadi aku harap kau tidak akan pernah
membahas masalah ini".
Gunawan
tersenyum kepadaku, tanpa berkata apapun. Untuk pertama kalinya aku
melihat kebahagiaan diwajahnya. Membuat hatiku merasakan kenyamanan,
merasa terlindungi dan merasa bahwa aku tidak kekurangan satu hal pun.
Matanya berkaca-kaca, dia benar-benar tulus.
"Jadi,
bekerja keraslah untukku, untuk anak kita. Tetaplah menjadi orang yang
jujur, tetaplah menjadi orang baik. Tetaplah menjadi imamku yang bijak.
"Uang bukanlah segalannya, ada hal-hal yang tidak bisa dibeli dengan uang. Uang tidak bisa membeli kebahagiaan.
Dia tetap diam, dia memang pendiam. Tidak banyak bicara, dia berbicara tentang hal-hal yang dia anggap penting saja.
"Aku akan meminjam uang kepada mama, untuk menambah modalku berjualan. Nanti akan kubayar setelah kudapatkan hasilnya"
"Besok setelah kamu berangkat kerja, aku akan kerumah mama"
"Aku
akan berjualan pakaian untuk ibu-ibu dan anak-anak, aku juga akan
mencoba berjualan kue, aku sering membuat kue bersama mama. Aku bisa
membuat beberapa kue. Itu akan membantu.
Dia
tersenyum lagi, namun kali ini senyumannya tak dapat kuartikan, sebuah
senyuman yang membuatku merasakan ada sesuatu hal. Tak dapat kuketahui
Dia mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celanannya. Dia menyodorkan sebuah amplop berwarna coklat.
"Apa ini ?
"Bukalah, jawabnya singkat
Aku
meraihnya, dengan pelan kubukan amplop yang sedang kugenggam ini dengan
perasaan aneh. Kulihat Gunawan. Dia tetap tersenyum namun lebih hangat
dan manis
"Uang ?
"Ya, itu uang. Jawabnya polos
"Maksudku uang apa ini ? Bukankah ini bukan waktunya kau menerima gaji ? Tanyaku heran
"Aku
diangkat menjadi karyawan, dan satu bulan yang lalu ada penilaian dari
orang-orang pusat untuk supir-supir terbaik setiap tahunnya. Dan aku
menjadi supir tebaik tahun ini. Itu adalah bonus yang kudapat" tutur
Gunawan dengan tenang
Tak dapat kubendung, aku meneteskan airmata, ya airmata bahagia
"Kau
tidak perlu meminjam uang pada ibumu, aku harap uang itu bisa menambah
modal usahamu, sisanya simpanlah untuk keperluan dirimu dan anak kita"
Aku terharu.
"Aku
akan lebih bekerja keras, jagalah anak kita, berilah dia kasih sayang
ekstra. Didiklah dia untuk menjadi anak yang shaleh, anak yang penuh
tanggung jawab. Berikanlah hal-hal yang baik saja, jangan biarkan dia
merasa kekurangan kasih sayang"
"Tentu, aku akan menjadi ibu yang baik". Aku tersenyum penuh kemenangan.
Benar,
"Selalu ada jalan untuk orang-orang yang tidak pernah menyerah" dan ini
adalah sebuah kata-kata ajaib yang memberikanku semangat. Sebuah kiasan
yang merubah masalah menjadi peluang untuk menjadi lebih baik lagi,
membuat aku naik beberapa level menjadi manusia yang lebih baik.
"Makanlah, nanti nasinya keburu dingin, aku menyeka sisa airmataku, dia hanya tersenyum.
Tamat
Oleh Irwan Yanwar
Email : dd.irwanyanwar@yahoo.com