Monday, April 29, 2013

warih Naskah Drama Bertema Komedi azik

warih Naskah Drama Bertema Komedi azik - terbaru memuaskan menarik ajib aziik ada dari warih Naskah Drama Bertema Komedi azik.

Naskah Drama Bertema Komedi yang bisa silahkan sobat tiru di bawah ini juga mengenai cerita rakyat maaf kalau tidak lucu karena naskah drama ini juga dapat dari blog lain tapi bolehlah untuk sekedar sebagai referensi buat drama di tugas sekolah yang memang silahkan untuk bisa di simak, 
sedikit ilmu Drama (Yunani Kuno: δρᾶμα) adalah satu bentuk karya sastra yang memiliki bagian untuk diperankan oleh aktor. Kosakata ini berasal dari Bahasa Yunani yang berarti "aksi", "perbuatan".

Drama bisa diwujudkan dengan berbagai media: di atas panggung, film, dan atau televisi. Drama juga terkadang dikombinasikan dengan musik dan tarian, sebagaimana sebuah opera (lihatmelodrama).


Judul Naskah Drama: Babad Tanah Minahasa.
Penulis Naskah Drama: Witho B. Abadi
Kategori: Naskah Drama Komedi yang tidak lucu.

Naskah Drama ini dimainkan oleh 5 orang. 4 Pria, 1 wanita. Menjadi 6 orang jika ditambah dengan Narrator.

Pemeran, berdasarkan pemunculan:
Narrator
Lumilumut
Karim A
Trotoar
Opo
Pemeran Pengganti

***

NARRATOR:
Ini adalah legenda rakyat yang diceritakan turun-temurun, dari mulut ke mulut tentang kisah cinta abadi antara sepasang manusia.

Pada abad ke-4 hingga abad ke-7 di wilayah Jawa Barat terdapat kerajaan bercorak Hindu-Budha yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I Ching mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Barat dan Semenanjung Melayu. Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan dalam kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana.

(Narrator berhenti sejenak)

Mohon maaf, saya salah membaca naskah.
Inilah naskah yang sebenarnya.

Di sebuah tanah asing, seorang putri terdampar setelah diusir dari kerajaannya. Ia ditolong oleh seorang laki-laki dan dirawat di rumahnya. Beberapa hari kemudian, putri itu akhirnya tersadar dari pingsannya.
Lumilumut membuka matanya. Kepalanya terasa pusing. Ketika kesadarannya telah pulih, ia segera waspada dan beranjak bangun namun rasa nyeri di pinggangnya membuat ia harus kembali berbaring.
Setelah rasa nyeri di pinggangnya hilang, ia memandang sekeliling. Ia berada di sebuah kamar yang sederhana namun tertata rapi dan bersih.

(Pintu kamar terbuka, Karim A masuk dengan tongkat di tangannya membawa semangkok obat. Ia masuk sambil meraba-raba dengan tongkatnya, berjalan mendekati tempat tidur dimana Lumilumut berbaring. Tongkat kayunya meliuk-liuk ke sana ke mari mencari jalan hingga akhirnya berhenti di dada Lumilumut.

Karim A:
Ih.. apa ini eh... lombo-lombo...
(menusuk-nusuk dada Lumilumut dengan perlahan dan penasaran)

Lumilumut:
Woi ta pe dada itu tau!
(bangun dan duduk di kasur)

Karim A:
(Terkejut dan mundur beberapa langkah)
Oh, kamu sudah sadar. Maaf saya buta, jadi tidak tahu kalau kamu sudah sadar.

Lumilumut:
Dimana ini?

Karim A:
(Duduk di samping Lumilumut)
Ini kita pe rumah.
(menyodorkan mangkok berisi obat kepada Lumilumut)
Minumlah dulu obat ini, biar kamu cepat sembuh

Lumilumut menerima mangkok berisi obat itu dan meminumnya. Rasanya sangat pahit sehingga ia hampir muntah. Namun ia memaksakan diri menghabiskannya sedikit demi sedikit.

(GAYA DRAMA MURAHAN ON)

Karim A:
Siapakah namamu wahai wanita?

Lumilumut:
Namaku Lumilumut. Aku biasa dipanggil Lumut.

(GAYA DRAMA MURAHAN OFF)

Karim A:
Ooh, nama yang bagus. Kalau saya biasa dipanggil...
(berdiri, menari berkeliling gaya opera)
Karim A

Lumilumut:
Anda seorang tabib?

Karim A:
(Kembali duduk di kasur sambil mengelus-elus jenggotnya.)
(Gaya berpuisi sedih penuh perasaan)
Ahh.. semenjak saya buta, saya menjadi seorang ahli massage alias tukang pijit. Tapi sebelum itu saya pernah belajar ilmu pengobatan . . .
Sayang semenjak saya buta, saya sering salah meramu obat sehingga banyak pasien saya yang mati.

Lumilumut:
(Menyemburkan obat di mulutnya)
Pfffffffffffff!!!
Mangkok di tangan Lumilumut terlepas. Dengan terbatuk-batuk ia berusaha memuntahkan obat yang diminumnya.

Karim A:
(Gaya pidato)
Jangan khawatir! Sebab bukan saya yang meramu obat itu. Saya membelinya di apotik dekat terminal.

Lumilumut:
Oooh, maaf, kita pe kira kwa....

Karim A:
(Masih gaya pidato)
Tidak apa-apa. Itu juga obat kadaluarsa yang saya beli setengah harga.

Lumilumut:
Hoeeekkk!!
(Memasukkan jarinya sedalam mungkin ke dalam kerongkongannya, memaksa diri memuntahkan sisa-sisa obat yang terlanjur ditelan)

Karim A:
(Berpose narsis)
Saya memang tabib yang hebat. HUAHAHAHAHA...!!!

Lumilumut:
Eh, kalu boleh tau, om yang da tolong pa kita kong bawa kamari?

Bukang! Bukang kita. Kita talalu hina kalu mo samakan deng orang yang da tolong pa ngana itu. Bahkan... untuk mencuci bajunya pun aku tak layak!

Lumilumut:
Lalu, siapakah gerangan orang tersebut yang telah menolong saya?

Di depan pintu muncul Trotoar.

Trotoar:
(Menunjuk dadanya)
Itu aku!

Lumilumut:
(histeris)
Aaahh.. Suleeee...

Trotoar:
Bukan! Aku bukan Sule!

Lumilumut:
Lalu, siapa anda?

Trotoar:
(Pose)
I'm Batman!
Bukan!
Aku adalah...
(menari berkeliling gaya opera)
Karim B!!!

Karim A:
Ruci! Kita pe nama so Karim A, masa le ngana Karim B. Cari nama laeng kwa.

Trotoar:
Baiklah!
Aku adalah...
(menari berkeliling gaya opera)
Agneeeeer!!!

Karim A:
Yah noh. So rusak ni cirita kalu Agner pe nama ada di sejarah Minahasa.

Trotoar:
Baiklah!
Sebenarnya aku adalah...
(menari berkeliling gaya opera)
Tro... Toooooooar!

Karim A:
Perkenalkan, ini Trotoar. Dialah yang menyelamatkanmu dan membawamu ke sini.

Lumilumut:
Oh, terima kasih. Aku tak dapat membalas kebaikanmu.

Trotoar:
Nyanda perlu. Waktu kita ganti ngana pe baju kita so pegang-pegang pa ngana. Anggap jo lunas.

Lumulumut:
Ih.. macico!

Tiba-tiba terdengar suara tawa. Seorang perwira Kerajaan Utara bernama Opo masuk.

Opo:
Hahahahaha...

Trotoar:
Sapa ngoni? Mo ba apa dimana deng sapa?

Opo:
Aku adalah...
(menari berkeliling gaya opera)
Ooooo... pooooo...!!!
Dan aku adalah panglima dari Kerajaan Utara.
Kami mencari seorang gadis bernama Lumilumut. Kami tahu dia berada di sini.

Trotoar:
Nyanda ada nama Lumilumut di sini!

Lumilumut:
Kita! Kita pe nama Lumilumut. Kyapa da perlu apa?

Karim A:
Iiiiihh... pa bodok daaang.

Opo:
Anak buah! Seret wanita itu kemari!

Trotoar:
Anak buah sapa ini? Ngana da maso cuma sandiri.

Opo:
Oh, io kote, lupa.
Lumut! Kau harus ikut untuk menjadi istriku!

Trotoar:
(Menghadang)
Tunggu!
Dia bukan Lumilumut!
Namanya adalah Wawu!

Opo:
Nga pe kira torang biongo? Napa Wawu sana da bakar ikang di pante.
Minggir! Atau kau akan menjadi mayat!


Trotoar:
Baiklah!
Silahkan. Ayo jangan sungkan-sungkan, anggap saja rumah sendiri.
(mempersilahkan para tentara (Opo sendiri) untuk menangkap Lumilumut)
 
Lumilumut:
Ih, ih ih bagimana le ini. Masa ngana se biar dorang mo loku pa kita.
 
Trotoar:
Kalau begitu kau harus melangkahi mayatku!
 
Opo:
Rupanya kau punya nyali juga anak muda.
Sebutkan account Facebookmu biar aku tahu siapa yang kubunuh!
 
Trotoar:
Cih, aku tak sudi menerima permintaan pertemanan dengan orang seperti kau!
 
Opo:
Rupanya kau memang sudah bosan hidup! Bersiaplah menerima kematianmu!
(bersiap bertempur)
 
Trotoar:
Tunggu!
 
Opo:
Ada apa?
 
Trotoar:
Update status dulu di FB hehehe.
(mengambil HP dan update status)
Sedang bertarung dengan @Opo, panglima Kerajaan Utara.
Oke, klar!
 
Opo:
Sekarang terimalah kematianmu!
(bersiap menyerang)
 
Karim A:
Tunggu!
(memanggil Trotoar dan Opo mendekat. Menjelaskan dengan gaya wasit tinju)
Dilarang memukul wajah, dilarang memukul di bawah perut, belakang kepala, kemaluan dan punggung.
Paham?
Okay, Fight!
 
(Trotoar dan Opo memasang kuda-kuda tempur)
 
Trotoar:
Karim, cepat bawa Lumut pergi dari sini.
 
Karim A:
Ayo kita pergi. Kau tunjukkan jalan.
 
(Lumulumut segera membawa Karim pergi).
 
Opo:
Sekarang tinggal kita berdua. Menyerahlah.
 
Trotoar:
Tidak akan pernah!
 
Opo:
Kalau begitu matilah!
Hiaaat...
(Opo menyerang Trotoar)
 
Trotoar:
Tunggu!
 
Opo:
Ih, bagimana le ini dari tadi tunggu-tunggu trus!
 
Trotoar:
Kita kan pemeran utama, nda mungkin mo main adegan berbahaya.
(berteriak memanggil pemeran pengganti)
Pemeran pengantiiiii...
 
(Pemeran pengganti masuk dan mengambil posisi tempur)
 
Opo:
Ah, so ruci komang ini. Masa ngana pake pemeran pengganti kita nda?
 
Trotoar:
(menghibur Opo)
So bagitu po. Itu no depe beda antara jadi barol deng jadi musuh.
 
Opo:
Sudah! Ayo selesaikan pertarungan ini!
 
(Adegan laga)
 
(Setelah pertarungan sengit, Opo berhasil menjatuhkan Pemeran Pengganti dan menodongnya)
 
Opo:
Sekarang pergilah ke neraka!
(bersiap membunuh pemeran pengganti)
 
Trotoar:
Tunggu!
 
Opo:
No skarang mo tunggu apa le komaling?
 
Trotoar:
Sabar... kan so abis adegan laga, jadi somo kita ulang yang main.
 
(Trotoar menggantikan posisi pemeran pengganti)
 
Opo:
Sekarang pergilah kau ke neraka!
(bersiap membunuh Trotoar)
 
Trotoar:
Tunggu!
 
Opo:
(berhenti, berkacak pinggang dengan sangat kesal, menarik napas panjang, geleng-geleng kepala)
So sesat komaling ini, so sesat.
(menenangkan dirinya)
Kyapa komang skarang? Bilang jo.
 
Trotoar:
Bagini, kita kan pemeran utama ni cirita. Kalu kita mati berarti tamat dang ni cirita.
 
Opo:
Hi, kong bagimana dang?
 
Trotoar:
Yaaaa, berarti musti ngana yg mati. Nimbole kita.
 
Opo:
Ha? Memang musti bagitu so?
 
Trotoar:
Yah, so bagitu di naskah, mo bagimana lei.
 
Opo:
(pasrah)
No mana-mana jo dang.
 
(Trotoar berdiri lalu membunuh Opo. Opo terkapar meregang nyawa)
 
Trotoar:
Wahai panglima Kerajaan Utara. Kau memang hebat, tapi sayang, kemampuanmu tak dapat menandingi golok saktiku!
 
Opo:
Ho oh, mana mana jo pa ngana.
 
Trotoar:
Hahaha... akulah Trotoar, pendekar terhebat di tanah ini!
 
(Lumilumut dan Karim A masuk)
 
Lumilumut:
Trotoar... untunglah kau selamat.
 
Trotoar:
Lumut... sekarang tidak ada lagi yang akan mengganggumu
 
(Trotoar berlari ke sudut panggung, Trotoar ke sudut panggung yang satunya lagi)
 
(GAYA DRAMA MURAHAN ON)
 
Lumilumut:
Oh... Trotoar...
 
Trotoar:
Oh... Lumut...
 
(Dialog diulang-ulang selama Trotoar dan Lumilumut saling mendekat)
 
Trotoar:
Oh Lumut... ada yang ingin aku katakan padamu...
 
Lumilumut:
Katakanlah wahai Trotoar pahlawanku... katakanlah...
 
Trotoar:
Sebenarnya... aku...
 
Lumilumut:
Katakanlah... Katakan... jangan ragu...
 
Trotoar:
Sebenarnya... aku... mencintai....
 
Lumilumut:
Oh... aku juga mencintaimu
(bergerak memeluk Trotoar)
 
Trotoar:
(menghindar dari pelukan Lumilumut)
Karim!
 
(Trotoar dan Karim A saling berpegangan tangan dengan mesra.)
 
Lumilumut:
(menangis, kemudian mendekati mayat Opo, mengambil pedangnya)
(bersuara lirih)
Kalu memang nda ada yg cinta pa kita, lebe bae mati!
 
(Trotoar dan Karim A tidak mempedulikan)
 
(senyap)
 
Lumilumut:
(bersuara lebih keras)
Kalu memang nda ada yg cinta pa kita, lebe bae mati!
 
(Trotoar dan Karim A tidak mempedulikan)
 
(senyap)
 
Lumilumut:
(Berteriak keras)
Woi, mo bunuh diri kita!
 
(Trotoar kaget dan bergegas mencegah Lumilumut bunuh diri, namun terlambat, Lumilumut terlanjur mati duluan)
 
Karim A:
Mati dia?
 
Trotoar:
Io
 
Karim:
Yah noh, rusak cirita.
 
Trotoar:
Adoh, kong bagimana dang ini?
Biar besae, mar cuma dia satu-satunya parampuang di tanah ini.
(Berteriak sambil menghadap langit)
Kong bagimana torang mo membangun peradaban daaaaaaang...!
 
NARRATOR:
Demikianlah akhir dari cerita ini. Trotoar hidup berdua dengan Karim sampai saatnya Toar dan Lumimuut datang ke tanah ini dan membangun peradaban Minahasa.

*** Tamat ***
◄ Newer Post Older Post ►
 

Copyright 2012 dhono-warih Seo Elite by BLog BamZ | Blogger Templates | Privacy | Feed Rss